Friday, April 30, 2010

PAK SUDIRO

siang itu terik. seperti biasa. tak ada yang istimewa.
damri yang saya tumpangi pun biasa saja. tak ada yang istimewa.
kali ini saya harus menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam untuk mencapai graha sanusi itu. ya, salah satu teman saya sedang mengadakan selebrasi kelulusan bersama dengan penghuni universitas padjadjaran yang kala itu sudah menanggalkan status mahasiswanya.

oh, penuh. gumam saya.
tak mau ambil resiko tidak nyaman duduk dengan pemuda, maka saya memilih duduk di samping salah satu lelaki lanjut usia yang ada di situ.
ah, dia tidak akan rewel mengajak saya ngobrol. pikir saya.
dan saya pun asik bercumbu dengan handphone merah putih kesayangan saya sampai akhirnya bis kota itu jalan dan masuk ke jalan tol.
dan sampailah saya pada kewajiban saya membayar tarif bis kota ini. 3200 saja. memang tidak mahal untuk ukuran saya sebagai mahasiswa.

tak disangka, setelah membayar, si bapak ini pun mengajak saya ngobrol. dan sampailah saya pada percakapan ini. percakapan yang sangat saya nikmati hingga saya tidak merasakan peluh panas udara di dalam bis kota yang sesak ini.

"mau kemana dek?"
"mau ke dipati ukur pak, ada teman yang sedang diwisuda"
"ooh ade kuliah dimana memangnya?"
"di jurnalistik unpad pak"
"ooohhh, saya sering sekali diminta bantuan untuk menerjemahkan bahasa inggris atau bahasa belanda mahasiswa unpad loh"
wah? menarik.
"bapak bisa bahasa belanda? belajar darimana pak?
"ohh saya kan waktu kecil sudah terbiasa dengan bahasa belanda. kan saya sempat merasakan jaman penjajahan waktu dulu"
tambah menarik.
"oya? memangnya jaman dulu semua orang wajib bisa bahasa belanda pak?"
"ya kalau sekolah di sekolah milik belanda (saya tidak ingat istilahnya) memang ada pelajarannya"
"ooohhh.. begitu ya? oya pak, saya penasaran, bagaimana sih jaman belanda itu? apa benar lebih makmur dari jaman penjajahan jepang?"
"wah jelas. jaman belanda itu orang tua saya yang hanya seorang guru, namun gajinya lebih dari cukup untuk membiayai saya dan saudara-saudara saya. gaji guru saat itu 800 gulden. sedangkan untuk biaya sekolah saya hanya 40 gulden"
si bapak nampak semakin bersemangat bercerita.
"waktu itu, 1 gulden bisa membeli 1,5 kg beras (atau kebalikannya, saya lupa) bapak saya yang hanya seorang guru bisa memiliki tanah banyak sekali waktu itu. selama sebelum mata uang indonesia ditetapkan menjadi rupiah, keluarga saya masih sangat bercukupan kala itu. saat rupiah sudah ditetapkan menjadi mata uang nasional, harga barang2 menjadi lebih mahal"
"waaaaaahh.. lalu bagaimana pas jaman jepang pak? semuanya jadi serba susah?"
"wah, jelas. sangat susah. satu persatu tanah bapak saya dijual untuk membiayai kehidupan kami"
"hmmmm.. eh pak, saya penasaran, waktu jaman belanda, kira2 berapa pasaran kendaraan ya pak?"
"wah sebelum mobil merk jepang masuk, harga mobil sangat mahal dek. motor jerman waktu itu bisa mencapai 6000 gulden"
"wah?? mahal juga yaa"
percakapan kami terus berlanjut. makin meluas pembicaraannya. sampai kepada masalah bahasa.
"saya tuh bingung ya dek. bagaimana sebenarnya bahasa asing seperti bahasa inggris itu diajarkan di sekolah jaman sekarang. jaman dulu, saya SR (sekolah rakyat) sudah lancar berbahasa belanda. memang guru yang mau mengajar di SR harus bisa bahasa belanda, dan mengajarnya pun sering menggunakan bahasa belanda. jadi wajar waktu itu hampir semua bisa bahasa belanda. yang saya bingung, kenapa anak jaman sekarang kok masih kebanyakan yang tidak bisa bahasa asing? apa sebenarnya yang salah? padahal dari jaman kalian SD bahkan sampai kuliah kalian diajarkan bahasa inggris, tapi masih banyak yang tidak bisa dan tidak lancar. saya saja kelas 4 SR sudah bisa bahasa belanda. heran saya"
saya terdiam. oiya, benar juga. apa yang salah? mengapa mereka jaman dulu, usia SD sudah lancar bahasa belanda, mengapa kita yang diajarkan dari SD sampai kuliah masih banyak yang mengalami kesulitan? apa yang salah?
"wah, saya baru tau pak, kalau jaman dulu, usia SD saja sudah mahir berbahasa belanda. benar juga seperti yang bapak bilang"
saya berpikir. mengapa bisa? apa yang salah?
tidak terasa roda sang bis kota sudah menyentuh jalan supratman. wah cepat juga. tidak terasa.
"oya, bapak mau kemana?"
"saya mau ke daerah pasteur, mau beli alat-alat untuk melukis sepatu. saya lihat jaman sekarang sedang tren, saya mau coba usaha di situ"
"wah? bapak bisa melukis? memangnya kegiatan bapak apa sekarang?"
"iya saya memang bisa melukis. makanya istri saya menganjurkan untuk mencoba usaha ini. yah kerjaan saya mah sekarang hanya menerima orderan penerjemah sekali-sekali. siapa tau adek butuh penerjemah, boleh hubungi saya. catet saja nomer saya. pak sudiro. 022...."
"sebentar pak" seraya mengambil handphone yang sejak pembicaraan dimulai saya letakkan di dalam tas. biar tidak mengganggu.
"oya, adek tau rumah makan niagara ga? yang di daerah gerlong"
"hmmmm.. ga tau pak. memangnya kenapa?"
"itu punya anak saya. anak pertama saya. kalau kesana, bilang saja 'tau dari pak sudiro', pasti dikasih diskon. hahahaha"
"ohya? boleh boleh, nanti saya coba ke sana"

"du du du du"
terdengar suara kondektur yang mengisyaratkan kami penumpang untuk bersiap turun.
"wah sudah sampai"
"iya ga kerasa ya pak sudah sampai. bapak memang suka sendirian pergi? memang rumah bapak dmana?"
"rumah saya di sumedang. saya memang sudah biasa kemana-mana sendiri. wong fisik saya masih kuat. makanya adek sering2 minum jamu yah! jangan sering2 minum obat2an, jamu lebih sehat. biar bisa seperti saya"
"hooo iya ya yaa pak. ayo turun pak. hati hati di jalan yaa pak"
"yayaya, kamu juga hati2 ya.."

saya pandangi badan bapak sudiro dari belakang. masih tegap. padahal kalau tidak salah dia bilang umurnya sudah 80 tahun. masih sangat tegap.
dan akhirnya pembicaraan sekitar satu jam setengah yang begitu menarik itu selesai. dan saya menemukan banyak pengetahuan dari bapak itu. saya sedikit bisa merasakan,begini ya rasanya ngobrol sama kakek, maklum kakek2 saya sudah meninggal ketika saya masih bayi. dan akhirnya segala pertanyaan yang sangat ingin saya tanyakan ke sosok seorang kakek pun terjawab oleh sosok pak sudiro.
lelaki 80 tahun yang masih sangat terheran-heran dengan kondisi pendidikan saat ini.
benar, apa yang salah?

jatinangor, agustus 2009
*saya harap saya bertemu lagi dengan pak sudiro di bis kota itu