Friday, October 8, 2010

1604 #008

Well, hello sunday morning!
Semangatku seakan membara membayangkan rencana minggu ini. Bagaimana tidak, jam 10 nanti ada brunch dengan Kinar, sahabatku dari Jogja. Mungkin sudah berbulan-bulan aku sama sekali tidak bersentuhan dengan Kinar. Alasannya? Apa lagi kalau bukan kerjaan. Ya, entah sudah berapa orang yang protes dengan jadwal kerjaku yang tidak tentu. Yah, mau bagaimana lagi? Toh ini sudah tuntutan profesi, dan aku masih menikmati. Jadi, mau bagaimana lagi?

Sebenarnya kesibukan inilah yang juga kujadikan tameng bila ibu meneleponku. Tinggal bilang, ini sedang sibuk bikin tulisan, ibu pun rela menyudahi teleponnya. Dan aku pun selamat dari "teror perjodohan" ala ibu. Jelas aku tidak pernah berbohong dalam hal ini, toh memang benar aku sesibuk itu. Jadi, mau bagaimana lagi?

Sudah mandi. Kuambil tas dan si blackberry, aku siap pergi. Ketika kubuka pintu kamar, aku langsung merasa ingin pingsan. Atau mungkin sudah setengah pingsan. Ada darah dimana-mana. Ada kepala kambing menggantung begitu saja. Ada apa ini?? Terlalu banyak berpikir, seketika lututku lemas benar-benar mati. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA. Responku terlalu lambat. Seketika semua penghuni lantai keluar dari kamarnya. Aku? Sudah lemas tidak berdaya.

Jeki pun keluar kamar. Dipapahnya tubuhku kembali ke kamar. Melihat darah seperti itu, seketika aliran darahku menghilang. Entah kemana. Tidak ada rasa. Sadarku, aku sudah ada di tempat tidur. Masih ada Jeki di situ. Seketika teringat si ormas gila yang bernama Front Kepala Kambing. Gila? Memang! Bisa-bisanya dia seenaknya menyatakan orang bersalah. Entah apa maunya. Sudah gila!

"Mana mungkin di lantai ini ada bekas anggota mereka, Jek?"
"Entahlah, mereka kan mahluk ajaib. Mungkin gaib. Jadi wajarlah di segala sudut mereka ada. Masa sih mereka jodoh kita? Ah sudi saya!"
Jeki masih meracau. Tidak jelas lagi apa omongannya. Otakku terlalu lemas. Aku takut darah. Beginilah kalau aku sudah melihat begitu banyak darah. Bahkan sepertinya darah di dalam tubuhku juga takut akan darah yang ada di luar sana. Kalau melihat banyak darah seperti itu. Seketika mereka--aliran darahku--menghilang entah ke titik mana. Seketika saja. Pucat pasi aku dibuatnya.

Jeki pun pamit pergi. Kulirik jam dindingku. Sudah jam setengah 10 dan aku masih terbaring seperti ini dengan setelan pergi. SMS Kinar dulu. Aku kayanya telat setengah jam, kamu pesan makanan dulu yah. Ah, aku tidak sabar bertemu! Tunggu!

Kupejamkan sejenak mata ini. Kalau sudah seperti ini, butuh waktu setidaknya 15 menit untuk menyuruh kembali kerja si darah-darahku. Setelah itu, siaplah aku kencan dengan Kinaryana Mustiafa. Ah Kinar!