Monday, August 26, 2013

1604 #011

Mataku masih menyipit, sulit untuk dibuka meski hanya sedikit. Pancaran sinar matahari di sini terlalu membuat mataku sakit. I should get used to it.

Kulirik tulisan di luar jendela, Soekarno-Hatta Airport. Ah, sudah benar-benar sampai rupanya. Ya, aku akhirnya kembali ke Indonesia. Negeri tempatku berkembang dengan segala permasalahan yang tak jarang membuatku gamang.

Tak terasa, rasanya baru kemarin aku masih bergumul resah dengan ingatan satu nama yang sempat membuatku pasrah. Perlu kusebutkan namanya? Rasanya tidak usah. Oh atau mungkin nanti saja. Ini pertama kalinya dalam satu tahun terakhir aku meninggalkan Bandung, meninggalkan Indonesia. Meninggalkan Ibu, Ayah, dan segala problematika yang tak pernah selesai rasanya. Meninggalkan pekerjaan yang rasanya kucinta seluruh jiwa raga. Meninggalkan Kinar, sahabat pelipur lara.

Oh, iya. Kabari Kinar. Kuketik segera. Baby, I'm landed! Where are you?! Airport already? Will call you soon once I change the sim card. Tak sabar rasanya melihat Kinar langsung di depan mata. Satu tahun terakhir ini hanya bisa melihat wajah bulatnya di layar handphone atau laptop semata.

Bergegas kulalui belalai gajah penghubung bandara dan pesawat yang kunaki beberapa jam terakhir. Jetlag, pegal, kliyengan. Tak mau benar-benar kurasa karena aku tak sabar bertemu Kinar. Kuambil dan kudorong troley dengan 5 koper 24 inchi di atas. Yes, five. Pardon me, I'm a lady.

Saat masih sibuk mengganti sim card sambil mendorong troley ke arah pintu keluar, tiba-tiba ada satu suara lantang terdengar. PRAPE!! Ah. There she is. KINARRR! Kudorong troleyku lebih cepat untuk segera memeluk Kinar dengan erat.

"I MISS YOU!"
"I MISS YOU TOOOOO!"
"I MISS YOU THREE!"
"I MISS YOU FOUR FIVE SIX SEVEN AND EIGHT AND YOU CAN'T BEAT ME!"
"Oh, fine. You win. The same old Prada Prameshwari. Hahahhaa."
Kami pun tertawa sambil menuju ke arah parkir mobil.

"So, how's Columbia?
"Nah, just so-so. I prefer here in Indonesia. Kalau nggak demi menyalurkan nafsuku untuk lebih berlajar soal media dan tetek bengeknya, aku lebih rela menghabiskan waktu di Bandung. Dengerin semua celotehmu."
"Kebalik. Aku yang dengerin celotehmu."
"Hahaa, you know me, Baby! Eh ngopi dulu yuk. Lagi pengen yang dingin-dingin nih aku."
"Boleh, ke Starbucks aja ya, biar nggak ribet cari parkir."
"Atur."

Yes, Columbia. Aku menghabiskan satu tahun di University of Columbia untuk mendalami dunia Jurnalisme yang sudah terlebih dahulu kepelajari. Untuk apa? Ya hanya untuk belajar saja. Haus rasanya karena masih banyak hal yang ingin kuketahui soal dunia ini. And here I am, a Master of Art in Journalism.

---

Sesampainya kami di kedai kopi ini, kami pun memilih tempat duduk sofa agar kami lebih nyaman bercerita. Memang tak akan semuanya dibagi di kedai kopi kecil ini, tapi setidaknya ada yang kami ceritakan di sini.
"Kamu sudah kasih tahu Ibu Suri kamu sudah sampai di sini?"
"Not yet. Nantilah, aku mau istirahat dulu, pusing aku kalau nanti telpon beliau, Ibu pasti langsung nanya ini itu. Nantilah."
"Nggak boleh begitu, dia kan Ibumu yang hanya cemas soal keadaanmu."
"I know."

Satu gelas plastik pesananku akhirnya tiba. Green Tea Frappucinno Blended Cream. Yummy. Langsung kusedot minuman hijau yang selalu kusebut dengan minuman surga. Aku berharap di Surga banyak tersedia minuman ini nantinya.

"Eh, aku masih penasaran deh. Masa sih di sana nggak ada bule satupun yang nyantol sama kamu?"
"Nope. Aku di sana bener-bener difokusin buat belajar supaya bisa cepet-cepet balik ke sini. Nggak betah aku di sana. Mau semacet dan serumit apapun kehidupan Bandung dan sekitarnya, aku masih lebih cinta di sini."
"Ya barangkali kan kalau ada yang nyantol, bisa jadi Ibu Suri justru merestui yang ini. Sepupu-sepupumu yang direstui kemarin-marin karena nikah dengan orang bule kan?"
"Iya juga sih. Sempet kepikiran begitu aku. Tapi ya itu, nggak dilanjutin mikirinnya karena nggak betahan di sana. Untung cuma setahun. Lebih lama dari itu aku bisa gila."
"Hush, sembarangan. Eh tapi, masa nggak ada yang one night stand sekalipun?"
"Ennggggaaaaa Kinaaaaar! Cium nih. Boro-boro mikirin one night stand, ke party temen-temenku yang disana aja aku nggak pernah. Kamu tahu kan aku nggak suka party."
"Ya sih. Yah, kurang seru dong. Kupikir ada yang disembuyiin, habis kan kita ceritanya cuma lewat skype sama whatsapp. Jadi kutebak pasti paling nggak ada yang disembunyiin."
"Tak ada."
"Yoh, baiklah. Habis ini mau langsung kemana? Apartemen atau kemana dulu? Jadi ke rumah mba Nina?"
"Oh, iya. Jadi, jadi. Aku mau antar pesenannya ini. Takut kelupaan kan. Kamu nggak papa nyetir sampe Bandung nanti?"
"Ga papalah. Demi sahabat yang baru pulang dari merantau. Hahaa."
"Hahahhaaa. Kutukar sama oleh-oleh buat kamu yaa!"

Kami pun melanjutkan tawa sampai kurang lebih satu jam rasanya. Setelah itu saatnya pergi ke beberapa tempat sebelum akhirnya menyambangi apartemen tercinta yang sudah ditinggalkan satu tahun lamanya. Semoga teh Ima udah bener-bener ngerapihin semuanya.

Will meet you soon, Apartemen Seguni.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.