Friday, April 27, 2012

1604 #010

It really is Saturday. Oh my dear God. Can we skip to Monday?
Hari ini jelas bukan hari yang kutunggu. Bahkan kalau boleh aku rela dibius sehari untuk tidak melalui hari ini. 
Hari ini terjadwalkan sebuah acara kumpul keluarga yang cukup besar-besaran. Bagaimana tidak, semua saudara yang bahkan aku tidak tahu keberadaannya datang dari seluruh penjuru Indonesia. Bali, Kalimantan, bahkan Papua. Semua rela menyambangi Jakarta untuk hari ini. Well, event tahunan memang.

Kemarin Ibu sempat bilang kalau Ayah dan kakak perempuanku tidak bisa datang ke acara ini.  Keponakan laki-laki anak kakakku itu sedang sakit rupanya dan Ayah tidak mau meninggalkan cucu kebanggaannya. Ah kebanggaan. Sudah lupa rasanya bagaimana dulu aku menjadi anak kebanggaan ayahku. Sejak aku memutuskan untuk pindah dari Yogya, punahlah semua. Aku bukan lagi anak kebanggaan ayahku. Mungkin baginya aku hanya anak perempuannya yang paling tidak patuh padanya. Biarlah. Mau jadi apa aku kalau hanya di Yogya?

Berhubung ini acara keluarga besar ibu, jadi semacam diwajarkan kalau ayah kakak perempuanku tidak datang. Yang penting ibu datang. Dan kini aku semacam tumbal yang tidak suka makan ikan jambal tapi terlalu bebal. Harus ya aku datang ke tempat ini?

Aku masih asik tenggelam di lamunanku sampai bunyi beep keluar dari handphoneku. Hi, baby. Ayo cepetan siap-siap samperin si Ibu Suri. Ini harus dilewatin. Mau sampe kapan kamu ngelak mulu? Inget ini resiko dari pilihanmu untuk tidak menikah dulu. Ah Kinar. Dia  memang paling-paling. Yes dear, I'll get myself ready.
----------------
"Ibu dimana? Aku sudah di lobi."
"Oh Ibu sudah di dalam mba, kamu masuk saja ya. Ibu agak sibuk di sini."
Eh? Bagus dong kalau Ibu sibuk. *evilsmirk*
"Iya aku langsung masuk saja ya."
Klik.
----------------
Begitu melihat ratusan orang hilir mudik ke sana kemari bercengkramah sana sini, rasa sosialisasiku sejekap hilang. Rasanya tidak mau aku berbicara dengan siapa-siapa di ruangan ini. Cari Ibu, dulu baru bisa bebas. Beberapa mata kutangkap sedang melirik berbicara. Membicarakanku mungkin. Ibu..Ibu..Ibu..Ah itu dia!
"Bu! Ibu!"
"Eh mba! Haduh ini Ibu ribetnya yo. Kamu udah makan mba? Makan dulu, nanti kamu pusing. Sebentar lagi acara intinya mau dimulai, Ibu harus mantau lagi. Ga tenang rasanya ninggalin ke anak-anak itu."
Well that's my mother. She want to do everything by her own.
"Yasudah Ibu lanjutin lagi aja ngurus-ngurusnya. Aku paling ada di sekitar sini-sini aja ko. Nanti aku samperin bude aja paling."
"Itu tuh tuh di sana. Budemu sedang di sana. Samperin ya mba. Itu juga yang lain diajak ngobrol. Ga boleh jutek ya mba."
Ibu memang paling tahu kalau aku tipe orang yang suka kurang ramah ke orang yang memang tidak kusuka. 
"Iya bu. Aku kesana ya."
---------------
Setelah berbincang panjang lebar dengan budeku, tiba-tiba ada yang memanggilku dari kejauhan. "Prada!" Ketika aku menoleh, DISYA! Astaga entah kapan terakhir aku melihat sepupu jauhku ini. Sejak dia memutuskan untuk kuliah dan bekerja di Jerman, komunikasi kami semakin jarang. Dia saudara yang kuanggap paling dekat. Seperti sahabat.

"AAAAAAAAAAHH PRADAAA!"
"DISSYAAAA!"
Kami saling berteriak tidak peduli dengan keadaan sekitar.


"Astagaaaa apa kabar kamu?? Duh kita udah super jarang komunikasi deh."
"Jarang banget malah. Semenjak kuliah kita terlalu sibuk dengan dunia baru kita sepertinya ya?"
"Bener banget. Eh ngobrol di luar yuk? Di sini berisik. Ibumu dimana? Nanti sajalah ya aku datengin dia."
"Hahahahaa, yaudah yuk ke lobi aja, ada sofa kan disana."
---------------
Maka duduklah kami di sofa lobi. Sejenak melenggang dari acara yang bahkan aku tidak terlalu peduli tentang apa.
"Jadi, gimana kabarmu disana? Masih di Jerman kan?"
"Baik banget. Kamu baik banget nih kayanya. Aku di Berlin-nya sekarang. Kerja jadi lighting planner di sana. Kamu sekarang kerja apa?"
"Aku kerja di majalah di. Ya, itungannya hobi yang mendatangkan uang, hehehee. I really love my job."
Disya tersenyum.
"You do love your job, how about loving someone? Who's now?"
"I don't date anyone. Still single. Don't plan any marriage until now."
"Terakhir kan kamu ceritanya tentang Kio. How about him? He seemed that good for you. And last time I knew, you loved him so much."
"Astaga Kio. Well it's a long story. We ended our relationship. Hmm I think the situation ended it. Hahahhaa. You know, Ibu ga suka banget sama Kio karna ya kami beda latar belakang. Darah Manado-nya jelas tidak diterima Ibu."
"Same problem since it first happened right?"
"Padahal kalian kan seagama ya. Masih aja kurang."
"Agama yang sama pun tetap kurang di mata ibu di."
"Hmm.. you'll find a way someday. Different way maybe."
"Anything good lah. Good is enough. Udah ah jangan ngomongin Kio lagi, kamu gimana? Pasti udah mau nikah deh! Hahahaa..."
"Me? Hhahahahaha.. Yes, I'm gonna marry a man this year."
----------------
Pembicaraan pun beralih ke bagian Disya. Kehidupannya, karirnya, persiapan pernikahannya. Aku mendengarkannya dengan penuh antusias, tapi sempat terpikir satu hal: Kio.
Bagaimana kabar Kio?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.